Kamis, 19 April 2012

Kecurangan UN 2012

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, kecurangan sistematis masih terjadi di berbagai daerah selama pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2012. Berdasarkan laporan yang ia himpun, kecurangan telah direncanakan dan melibatkan Dinas Pendidikan Provinsi serta sekolah setempat.
'''''
Selama empat hari pelaksanaan UN kami menerima laporan dari serikat guru di tujuh daerah atas kecurangan yang terjadi di lapangan.
-- Retno Listyarti
                                     '''''''
"Selama empat hari pelaksanaan UN (16-19 April) kami menerima laporan dari serikat guru di tujuh daerah atas kecurangan yang terjadi di lapangan," kata Retno, di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Kamis (19/4/2012).
Retno menuturkan, ia mendapat kesaksian dari seorang guru di Bekasi, Jawa Barat, yang mengatakan dinas pendidikan meminta seluruh kepala sekolah di Bekasi menyukseskan UN dan meluluskan murid-murid mereka dengan berbagai cara.
"Persoalan kecurangan UN sudah terjadi sebelum UN dilaksanakan. Sekolah-sekolah di Bekasi memanipulasi, meninggikan nilai Ujian Sekolah (US) untuk memenuhi target kelulusan. Jadi, walaupun UN dapatnya pas-pasan, akan tetap lulus," ujarnya.
Kecurangan lainnya, kata Retno, adalah isu praktik jual beli kunci jawaban yang juga menjadi satu isu besar di UN tahun ini. Penelusuran FSGI, kunci-kunci jawaban dibeli melalui oknum guru atau oknum yang mengaku dari Bimbingan Belajar (Bimbel) dan berkoordinasi dengan siswa yang bertugas mengedarkan dan mengumpulkan uang. Adapun kisaran harga kunci jawaban antara Rp 50 ribu hingga Rp 110 ribu.
Lebih lanjut, kecurangan-kecurangan sejenis juga diterima FSGI dari Serikat Guru Sumatera Utara, Jawa Tengah (Brebes), Muna (Sulawesi Tenggara) Pandeglang (Banten), Jawa Timur, dan DKI Jakarta. Di seluruh daerah itu banyak ditemukan murid-murid yang datang ke sekolah pagi-pagi sekali dan menyalin jawaban UN yang telah mereka dapat atau beli.
Problem kecurangan
Retno mengungkapkan, problem kecurangan yang terus terjadi di setiap pelaksanaan UN bukan terletak pada teknis pelaksanaannya, tetapi karena UN bukanlah metode yang tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Penilaian ini juga diakui oleh pengamat pendidikan Lodi Paat. Menurut Lodi, UN telah merusak mental para guru dan murid agar dapat lulus dengan lancar. Ia mengaku heran, mengapa UN terus dilaksanakan padahal Mahkamah Agung telah secara jelas melarangnya pada 2009 lalu.
"Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah miskonsepsi tentang kualitas pendidikan. Ujian semacam UN ini memang bisa jadi alat ukur siswa, tapi tak bisa jadi cara meluluskan siswa, apalagi meninggikan kualitas pendidikan," imbuhnya.

0 komentar:

Posting Komentar