Wisuda ITB 1

......

Wisuda ITB 2

......

Berita3

.....

Berita4

........

Berita5

........

Senin, 31 Desember 2012

PERANG SALIB : CRUSADE & TEMPLAR




Perang Salib yang diawali dengan invasi pasukan Salib ke Tanah Palestina di awal abad ke-11 tidak akan pernah terjadi tanpa adanya provokasi dari kaum pendeta Yahudi. Belasan tahun sebelum Dunia Kristen menggelar Konsili di Clermont, Tenggara Perancis, di tahun 1095, para pendeta tertinggi  Yahudi berhasil menyusupkan dua agennya ke dalam jantung Vatikan. Yang pertama Peter The Hermit, seorang pengkhotbah yang berhasil menjadi salah satu orang kepercayaan dari Paus Urbanus II. Sedangkan yang lain adalah Godfroy de Bouillon, seorang bangsawan Perancis yang merupakan murid dari Peter The Hermit dan berhasil menjadi panglima utama dalam Perang Salib pertama
(1096).
Michael Baigent yang melakukan penelusuran terhadap situs-situs Templar di Perancis Selatan dan sekitarnya menulis dalam The Holy Blood Holy Grail (1982) jika belasan tahun sebelum perang salib pertama meletus, sepasukan ksatria misterius yang oleh Baigent (1982) disebutnya sebagai ‘kesatuan biarawan khusus’ dari Calabria, Italia Selatan, berkunjung ke tanah miliki Ducches of Lorranie, yang merupakan ibu angkat dari Godfroy de Bouillon yang memiliki nama lain yakni Mathilde de Toscane (Mathilda dari Tuscany). Beberapa tahun kemudian, tamu misterius tersebut pergi dan meninggalkan
seorang anggota yang bernama Peter (The Hermit) yang kemudian menjadi guru bagi Godfroi dan berhasil menjadi orang dekat Paus Urbanus II.
Dengan sangat licik Peter The Hermit berkeliling Eropa sebagai ‘wakil Paus’ dan berkotbah di mana-mana menyebarkan berita bohong jika umat Kristiani di Yerusalem (kala itu dalam kekuasaan Dinasti Abasiyah) ditindas. Peter mengatakan jika perempuan Kristen di Yerusalem diperkosa, gereja-gereja di Yerusalem dibakar, dan sebagainya. Hal ini menimbulkan kemarahan di Eropa. Peter memprovoksi jika Tanah Suci Yerusalem harus direbut oleh Dunia Salib.
Latar belakang peristiwa yang terjadi dalam Dunia Kristen sebelum Paus Urbanus II dan Peter mengeluarkan pidato yang menghendaki Perang Salib digelorakan juga berperan besar. Pada 1054, Gereja dilanda perpecahan besar (Schisma) menjadi dua bagian: Gereja Katolik Barat berkedudukan di Vatikan (Gereja Katolik Roma), dan Gereja Katolik Timur (Gereja Katolik Ortodoks) berpusat di Konstantinopel.
Paus Urbanus II dan tokoh Vatikan lainnya amat aktif dalam polemik hak penobatan (Controversi Investiture). Selain itu, Gereja Katolik Ortodoks yang berada di wilayah kekuasaan kekaisaran Romawi Bizantium dianggap sebagai batu ganjalan bagi Katolik Roma dan Eropa Barat untuk melakukan perdagangan secara langsung dengan kawasan timur yakni Dunia Islam.
Faktor lain yang juga menjadi latar belakang Perang Salib adalah anggapan bahwa Palestina merupakan hak milik Dunia Kristen, bagian dari negeri-negeri Kristen (The Christendom). Kepentingan Eropa merebut Yerusalem, ternyata sama dengan kepentingan Ordo Kabbalah yang hendak kembali menguasai Palestina guna mendirikan kembali Haikal Sulaiman sebagai Tahta Suci kepercayaan paganis mereka. Mereka percaya, Sulaiman adalah sahabat para Iblis termasuk Lucifer, sebab dalam kitab-kitab Ilahiah pun disebutkan bahwa setan termasuk bagian dari tentaranya Nabi Sulaiman a.s., selain bangsa jin. Penjaga harta karun Haikal Sulaiman saja disebut sebagai  Asmodeus, setan penjaga harta karun. Sebab itu, lewat perantaraan Peter Sang Pertapa, Ordo  Kabbalah memprovokasi Paus Urbanus II agar mengakhiri perjanjian damai Aelia dan mengobarkan
Perang Salib.
 Sangat kebetulan, saat itu Kaisar Alexius Comnenus sangat memerlukan pertolongan. Ia lalu melayangkan surat permintaan bala bantuan kepada Paus Urbanus II. Ia memerlukan setidaknya 1200 orang pasukan. Saat surat dari Kaisar Comnenus tiba, Paus Urbanus II suka cita. Paus memang sejak lama memikirkan bagaimana upaya menyingkirkan ‘Paus’ saingannya dalam Controversi Investitur. Dengan adanya surat ini, maka terbukalah kesempatan Paus Urbanus II untuk mengirimkan pasukan perang ke timur. Didampingi Peter si Pertapa, Paus Urbanus II segera menggelar satu pertemuan
di Aurillac, Perancis, dan dengan berapi-api Paus Urbanus II menyatakan bahwa sekaranglah saatnya bagi Dunia Kristen untuk mengangkat senjata memerangi Dunia Islam. Iman Kristiani ditekankan dan siapa pun yang ikut dalam penyerangan angkatan salib akan menerima ampunan atas segala dosa mereka dan ‘mahkota’ yang besar dan agung di surga kelak jika terbunuh. Paus Urbanus II berkali-kali menegaskan hal itu.
Pidato provokatif Paus Urbanus II disambut gegap-gempita di Eropa. Paus Urbanus II tentu menyembunyikan maksud sebenarnya dari pidatonya tersebut yang sesungguhnya ingin menyingkirkan saingannya di Timur dan memasukkan Gereja Katolik Timur ke dalam kekuasaan Gereja Katolik Barat. Selain itu, Paus Urban II juga menyadari bahwa orang-orang Eropa yang berada di wilayah Perancis, Ingg ris, Spanyol, Italia, dan sebagainya sesungguhnya telah jemu dengan konflik antar sesama, dengan para tuan tanah, dengan masyarakat feodal, dengan para perampok, dan lainnya. Orang Eropa sudah jemu dengan segalanya ini. Roda perekonomian pun berjalan statis karena jalur perdagangan ke kawasan Timur tersendat oleh keberadaan Gereja Katolik Bizantium.
“Mereka memerlukan musuh bersama,” demikian pikir Paus Urbanus II. Maka dengan ‘kata-kata berapi sedikit’ sudah cukup untuk membuat orang-orang Eropa ini bersatu untuk bersama-sama menyusuri selatan Eropa dan menyeberangi Lautan Tengah menuju Yerusalem.
 
Donald Queller, seorang professor sejarah dari Universitas Illinois-AS, seperti dikutip dalam ‘The Knigths Templar Knights of Christ: Konspirasi Biarawan Sion Menjelang Armageddon’ (Ridyasmara, 2006) menyatakan, “Ksatria-ksatria Perancis menginginkan lebih banyak tanah. Pedagang-pedagang Italia berharap untuk mengembangkan perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Timur Tengah… Sejumlah besar orang-orang miskin bergabung dengan ekspedisi sekadar untuk melarikan diri dari kerasnya kehidupan sehari-hari mereka.” Sepanjang jalan menuju Yerusalem, gerombolan yang serakah, buas, dan sama sekali tidak terorganisir dengan baik, ini melakukan perampokan dan pembunuhan terhadap orang-orang Yahudi dan Islam. Betapa serakahnya mereka kepada harta, mereka bahkan membelah perut-perut korbannya dengan pedang untuk menemukan emas dan permata yang menurut mereka mungkin sekali telah ditelan sebelum pergi berperang.
Sejarah telah mencatat, pada tahun 1099, tentara salib pertama pimpinan Godfroi de Bouillon tiba di gerbang kota Yerusalem dan berhasil masuk dengan pembantaian terhadap kaum Muslimin yang luar biasa. Tepat di hari itu pula, Godfroi mendirikan Ordo Sion di Bukit Zion yang 20 tahun kemudian membentuk Ordo Khusus Militer bernama Ksatria Kuil (Knights Templar).

Di Yerusalem, Ksatria Kuil menjadi kelompok istimewa. Mereka kaya raya, sangat gemar berperang, dan diam-diam melakukan pengalian di bawah markasnya yang terletak di bagian utama Yerusalem guna mencari harta karun Sulaiman (Robert Knight and Lomas: ‘The Hiram Key’). Bahkan Reynald de Chatillon, seorang Templar Kabalis yang berkuasa atas markasnya di Kerak, utara Yerusalem, sempat menghimpun armada lautnya untuk menyerang Mekkah. Namun gagal. Reynald ini dikenal gemar menghujat Rasulullah.
Dalam pertempuran di tahun 1187 melawan pasukan Shalahudin al-Ayyubi, Reynald berhasil ditebas lehernya oleh Shalahuddin setelah tanpa diminta ikut meminum air dari cangkir Shalahudin yang diberikan kepada Raja Yerusalem, Guy de Lusignan, yang juga seorang Templar. Setelah perang besar di tanduk Hattin inilah (1187), Yerusalem berhasil dibebaskan oleh pasukan Islam. Ksatria Salib yang masih tersisa dibiarkan pulang dengan aman ke Eropa. Di saat inilah Ordo Sion ‘menceraikan’ Templar dan mengubah diri menjadi Ordo Biarawan Sion.

Templar menjadikan Perancis Selatan sebagai markas besarnya setelah terusir dari Yerusalem. Setelah gagal membujuk para raja Eropa untuk menghimpun kekuatannya lagi guna merebut Yerusalem dari tangan pasukan Shalahudin al Ayyubi, Templar menjadi kelompok yang ditakuti sekaligus dibenci di Eropa karena tindak-tanduknya yang sering menghina Gereja dan para Raja Eropa. Kelakuannya inilah yang akhirnya, membuat Raja Perancis Philip le Bel bersama-sama dengan Paus Clement V menghimpun kekuatan dan menumpas Templar dari Eropa yang dimulai dalam satu serangan besar pada tanggal 13 Oktober 1307. Grandmaster Templar Jacques de Molay tertangkap dan di bakar hidup-hidup di Perancis pada tahun 1314.
Para Templar banyak melarikan diri ke Skotlandia, sebuah kerajaan yang saat itu menjadi satu-satunya wilayah yang tidak berada dalam kekuasaan Vatikan. Di Skotlandia, dalam perlindungan King Robert de Bruce, para Templar dengan cepat menguasai gilda-gilda serikat tukang batu bernama Mason yang kemudian mengubah namanya menjadi Freemasonry. Gilda-gilda Mason yang merupakan asrama dan tempat pertemuan para tukang batu tersebut bernama Loji (Lodge), dan nama itu kemudian dijadikan nama rumah ibadah Kabbalah di seluruh dunia hingga kini.
Tidak semua Templar sembunyi di Skotlandia. Yang lari ke Malta mengubah diri menjadi Ksatria Malta (Knights of Rhodes), yang ke Bavaria menjadi Knights of Teutonic, dan yang ke Portugis, Spanyol, dan Italia menjadi Knights of Christ, dan sebagainya. Mereka dengan sabar dan lewat jalan konspirasi, terus berjuang menguasai Eropa dan mencita-citakan bisa menundukkan seluruh dunia hingga tercipta satu sistem dunia di bawah kepemimpinan mereka (The New World Order) atau Tata Dunia Baru. (rz)
Sumber : Majalah Eramuslim Digest